Sejak awal blog ini saya banyak menulis tentang bisnis berbasis di rumah atau dekat di rumah.
Sampai sekarang saya masih berada di jalur itu. Alhamdulillah.
Bahkan saya baru saja mengambil satu kantor lagi yang lebih dekat dari rumah atau nol kilometer dari rumah.
Saya yakin banyak yang bertanya, adakah orang yang sukses dalam artian kaya raya dari bisnis berbasis rumahan?

Jawabannya: ada, yaitu saya sendiri. Hehe. Bohong ding :)
Saya amati banyak yang berpendapat bahwa bisnis di rumah itu hanya iseng saja, untuk sambilan dan hasilnya pun biasa-biasa saja, tidak semasif yang konvensional di luar rumah.
Beberapa hari lalu saya bertemu seorang kerabat (saya nggak usah sebut namanya, sebagian teman TDA pasti tahu lah) yang di usia sebaya saya tapi bisnisnya sudah jauh lebih sukses daripada saya. Saya nggak usah sebut skala bisnisnya, tapi dari hobinya mengoleksi mobil mewah import sudah tergambarlah kesukesannya.

Sebuah statement yang mengagetkan saya terlontar dari mulutnya, “Tujuh hari dalam seminggu, saya hanya di rumah”. Artinya dia tidak pernah ke luar rumah sama sekali dalam menjalankan bisnisnya.
Saya surprise dengan statementnya ini.
Saya memang sudah lama memperhatikannya dan ceritanya ini betul adanya. Sehari-hari ia hanya di rumah saja bermain dengan anak atau ikan-ikan arwana peliharaannya. Mobil mewahnya itu jarang dipakai, hanya sekedar diliatin aja.

Pertanyaan lain, bisnisnya seperti apa? Kok bisa menghasilkan seperti itu?
Beberapa waktu lalu saya pernah cerita di blog ini tentang analogi orang yang mengejar kupu-kupu menggunakan jaring dengan orang yang membangun taman yang indah untuk memanggil kupu-kupu supaya datang.

Nah, bisnis kerabat ini tipenya seperti taman itu. Dengan kecanggihan strategi bisnisnya, ia sekarang tidak lagi mengejar kupu-kupu. Ia telah berhasil membuat taman sehingga banyak kupu-kupu datang ke taman yang diciptakannya.

Jadi, bisnis berbasis rumahan pun sebetulnya bisa besar dan membuat kita kaya raya, financial freedom, tanpa harus keluar rumah. Tapi tentunya dengan strategi yang jitu.
Secara kelas, saya masih di bawahnya. Tapi, ada persamaan saya dengannya, sama-sama membenci kemacetan Jakarta dan kami melakukan sesuatu untuk menyikapi kondisi itu. (WHD)